Senin, 05 Januari 2009

Sejarah Management Pengetahuan

Untuk pihak pengembang teknologi informasi, KM sudah lama dikaitkan dengan fungsi sistem informasi dalam perencanaan strategis (strategic planning). Maka seringkali KM ada di kajian-kajian tentang Information Systems Strategic Planning (ISSP). Dalam konteks ini, sebuah sistem informasi dianggap sebagai bagian dari proses manajemen untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi, dan KM ada di dalam proses yang antara lain mengandung perencanaan dan pemelajaran organisasi (organizational learning) itu. Perkembangan pesat dalam telematika, terutama yang memanfaatkan Internet, telah meningkatkan aplikasi sistem informasi dalam bisnis dan manajemen sehingga ISSP menjadi amat penting untuk memastikan bahwa belanja teknologi benar-benar menguntungkan bagi sebuah perusahaan. Di sini, knowledge (pengetahuan) jelas terlihat sebagai “modal” (asset) dan sesuatu yang memberikan keuntungan strategis bagi sebuah bisnis.
Persepsi tentang pengetahuan sebagai modal ini tentu saja segera terkait dengan ilmu ekonomi. Dari sisi pandang ekonomi, “pengetahuan” menjadi sesuatu yang nyata dan terukur, berupa sesuatu yang berwujud objek (objectified knowledge). Ini bukanlah hal baru, sebab sejak lama ilmu ekonomi dan teori-teori organisasi sudah bicara tentang paten, hak cipta, informasi harga, modal organisasional, pengetahuan tentang pasar, data bisnis, dan sebagainya. Pada umumnya, pengetahuan sebagai modal yang kongkrit (tangible asset) bukanlah barang baru dalam dunia bisnis. Demikian pula, sejak lama teori manajemen berkutat dengan pengaturan kerja dalam rangka koordinasi pengetahuan yang tersimpan di kepala masing-masing pegawai. Sekarang kita mengenali pengetahuan semacam ini sebagai modal yang tak terlihat (intangible asset).
Pendek kata, KM bukanlah sesuatu yang baru jika dilihat sebagai pengelolaan pengetahuan dalam rangka strategi organisasi, tujuan-tujuan ekonomi, atau pelaksanaan prinsip manajemen. Tidak pula dapat dikatakan bahwa teori organisasi dan manajemen merupakan teori KM.
Ada juga upaya “membelokkan” KM dari teori organisasi dan ekonomi atau manajemen, misalnya yang dilakukan Spender (2003). Ia mengajak kita memperhatikan aspek ketidakpastian dan emosi yang dialami para manajer ketika mereka mengelola sebuah organisasi dalam upaya mencapai tujuannya. Ia mengatakan, “Uncertainty, managers’ frequent companion as they guide firms towards anticipated goals, is poorly dealt with in theories of the firm. If knowledge is to be treated as the most strategic of assets, we must consider its relation to uncertainty..”
Dengan pernyataan tersebut, Spender mengaitkan “pengetahuan” dengan “kepastian” dan manusia cenderung ingin selalu mendapatkan kepastian. Dalam konteks organisasi dan bisnis, kepastian amat diperlukan demi meraih tujuan atau mencapai sasaran. Di sini masuk pemikiran tentang “sistem yang bertujuan” dan Spender mengaitkan kondisi ketidakpastian dengan emosi. Jadi, dengan asumsi seperti ini, maka KM sebenarnya juga berurusan dengan manajemen emosi! Mungkin dari sini kita dapat pula bicara tentang EQ selain IQ Atau secara lebih luas, KM kemudian terlihat wajar jika diletakkan dalam domain psikologi. Bukan saja “pengetahuan” itu dapat segera dikaitkan dengan kondisi kognitif seseorang, tetapi juga dengan situasi organisasi, budaya kerja, hubungan antar pegawai, dan seterusnya.

Setiap pengetahuan baru selalu dimulai dari individu. Ketika pengetahuan individu itu dapat disulap menjadi pengetahuan organisasi, maka pengetahuan itu akan sangat berharga untuk meningkatkan produktivitas perusahaan atau organisasi. Membuat pengetahuan individual menjadi pengetahuan organisasi ini harus dilakukan terus-menerus pada semua tingkatan organisasi.
Namun di antara berbagai faktor internal manusia, akhir-akhir ini diketahui bahwa faktor pengetahuan adalah faktor yang sangat penting dan bisa dikelola sedemikian rupa untuk lebih mengoptimalkan lagi produktivitas kerja. Inilah yang sekarang ini dikenal sebagai Konowledge Management, yaitu upaya mengelola pengetahuan seluruh laryawan perusahaan, sedemikian rupa, sehingga setiap karyawan mengerti betul akan tugasnya, mampu memberikan informasi kepada pelangganan atau rekan sekerjanya, dan pada akhirnya mmebuat karyawan itu senang pada pekerjaan dan perusahaannya. Caranya adalah dengan meng-eksplisitkan sebanyak mungkin pengetahuan dan informasi dalam perusahaan.
lmu tentang KM (Knowledge Management) dikembangkan antara lain oleh Karl-Erik Svelby, seorang berbangsa Swedia, mantan akuntan dan manajer yang sekarang menjadi profesor di Swedish Business School Henken di Helsinki. Salah satu ajarannya adalah selalu bersikap terbuka, siap terhadap informasi-informasi baru. Dalam istilah Svelby sendiri: Unlearning Experience. Sedangkan pengajaran teknik-teknik KM itu sendiri dikemasnya dalam suatu program pelatihan yang dinamakan "Tango" ( catatan: Keagenan Svelby Knowledge Associate (SKA) di Indonesia di pegang oleh PT Dunamis – Henk
Namun selain proses tacit ke eksplisit (Eksternalisasi: dari Tanaka ke seluruh karyawan), juga ada proses-proses KM lainnya, yaitu tacit ke tacit (Sosialisasi: dari koki ke Tanaka), Eksplisit ke tacit (Internalisasi: dari pengetahuan organisasi diserap menjadi pengetahuan individu oleh masing-masing karyawan), dan dari Eksplisit ke Ekspilist (kombinasi: eksplisit - tacit - Eksplisit dst.).
Dengan perkataan lain, seluruh proses KM ini pada dasarnya adalah proses belajar yang terus-menerus. Para filsuf, sosiolog dan ilmuwan lainnya (termasuk ilmuwan fisika), sering berujar, "Yang tidak berubah di jaman sekarang ini, hanyalah perubahan itu sendiri". Karenanya orgnaisasi atau perusahaan, harus terus-menerus berubah, jika ingin tetap survive. Intinya supaya perusahaan bisa terus berubah untuk mengantisipasi perubahan dan persaingan dunia usaha di luar, adalah orang-orangnya harus bisa berubah, siap untuk meninggalkan comfort zone (kebiasaan-kebiasaan nyaman di masa lalu yang enggan untuk ditinggalkan), siap untuk berinovasi dan siap untuk berbagi, yang pada gilirannya memang sangat ditentukan oleh berbagai macam faktor psikologik (gengsi, harga diri, kecemasan, persaingan, ambisi dsb.).

Pengertian KM
Sebelum memahami konsep manajemen pengetahuan ini ada beberapa istilah yang harus dipahami yaitu : data, informasi, pengetahuan, jenis pengetahuan, dan manajemen pengetahuan itu sendiri. Di samping itu perlu pula memahami proses pembentukan pengetahuan dari data, informasi, kemudian menjadi pengetahuan.
a. Data adalah kumpulan angka atau fakta objektif mengenai sebuah kejadian (bahan mentah informasi).
b. Informasi adalah data yang diorganisasikan/diolah sehingga mempunyai arti. Informasi dapat berbentuk dokumen, laporan ataupun multimedia.
c. Pengetahuan (knowledge) adalah kebiasaan, keahlian/kepakaran, keterampilan, pemahaman, atau pengertian yang diperoleh dari pengalaman, latihan atau melalui proses belajar. Istilah ini sering kali rancu dengan Ilmu Pengetahuan (science). Ilmu Pengetahuan adalah ilmu yang teratur (sistematik) yang dapat diuji atau dibuktikan kebenarannya; sedangkan pengetahuan belum tentu dapat diterapkan, karena pengetahuan sebuah organisasi sangat terkait dengan nilai, budaya, dan kondisi dari organisasi tersebut.d. Jenis Pengetahuan. Ada dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan eksplisit dan pengetahuan tacit. Pengetahuan eksplisit dapat diungkapkan dengan kata-kata dan angka, disebarkan dalam bentuk data, spesifikasi, dan buku petunjuk, sedangkan pengetahuan tacit sifatnya sangat personal yang sulit diformulasikan sehingga sulit dikomunikasikan kepada orang lain.
1) Explicit Knowledge. Bentuk pengetahuan yang sudah terdokumentasi/terformalisasi, mudah disimpan, diperbanyak, disebarluaskan dan dipelajari. Contoh: manual, buku, laporan, dokumen, surat dan sebagainya.
2). Tacit Knowledge. Bentuk pengetahuan yang masih tersimpan dalam pikiran manusia. Misalnya gagasan, persepsi, cara berpikir, wawasan, keahlian/kemahiran, dan sebagainya.
e. Manajemen pengetahuan (KM) Definisi mengenai KM tergantung dari cara organisasi menggunakan dan memanfaatkan pengetahuan. Organisasi intelejen militer akan mempunyai definisi yang berbeda mengenai pengetahuan dibandingkan dengan perusahaan. Salah satu definisi KM adalah proses sistematis untuk menemukan, memilih, mengorganisasikan, menyarikan dan menyajikan informasi dengan cara tertentu yang dapat meningkatkan penguasaan pengetahuan dalam suatu bidang kajian yang spesifik. Atau secara umum KM adalah teknik untuk mengelola pengetahuan dalam organisasi untuk menciptakan nilai dan meningkatkan keunggulan kompetitif.
Manajemen Pengetahuan dan Teknologi Informasi (TI)
Sebenarnya konsep pengelolaan pengetahuan merupakan konsep lama, perbedaannya KM memungkinkan kita untuk tidak perlu memulai segalanya dari nol lagi. (We don't have to always reinventing the wheel ). Konsep KM ini menjadi populer karena kompetisi yang kian tajam dalam memperoleh keunggulan. Ketatnya kompetisi menyadarkan orang bahwa hanya penguasaan pengetahuanlah yang akan menentukan keunggulan suatu organisasi. Keunggulan pada saat ini dirumuskan dalam formula: faster, cheaper and better. Kalau saja kita hanya melakukan sesuatu untuk organisasi agar lebih baik dan lebih efisien maka kita akan tertinggal. Bill Gates menyatakan "If the 1980's were about quality and the 1990's were about re-engineering, then the 2000's will be about velocity". Jadi kalau kita berbicara mengenai keunggulan dalam era 2000 an kita berbicara kecepatan (velocity). Untuk dapat mencapai kecepatan maka penggunaan teknologi informasi merupakan suatu keharusan.
KM terdiri dari 3 komponen utama yaitu people, place, dan content. KM membutuhkan orang yang kompeten sebagai sumber pengetahuan, tempat untuk melakukan diskusi, dan isi dari diskusi itu sendiri. Dari ketiga komponen tersebut peran teknologi informasi adalah mampu menghilangkan kendala mengenai tempat melakukan diskusi. TI memungkinkan terjadinya diskusi tanpa kehadiran kita secara fisik. Dengan demikian kapitalisasi pengetahuan dapat terus diadakan walaupun tidak bertatap muka. Dalam konteks secara umum, pelaksanaan KM menghadapi masalah utama yaitu masalah perilaku. Pertama, berkaitan dengan ketidakmauan orang untuk berbagi. Kedua berkaitan dengan ketidakdisiplinan untuk selalu menuliskan apa yang kita dapatkan. Ini merupakan suatu kendala karena budaya kita lebih cenderung pada budaya lisan. Kita belum bisa mendisiplinkan diri untuk selalu menuliskan pengetahuan dan pengalaman yang kita alami dalam suatu sistem sebagai suatu aset organisasi.
Dalam pelajaran manajemen, aset organisasi dirumuskan dengan 5M (man, money, method, machine, dan market). Apabila dipandang dari sisi KM maka manusialah yang merupakan aset yang paling berharga. Tetapi, benarkah semua orang dalam organisasi merupakan aset organisasi? Thomas A. Stewart dalam bukunya Intelectual Capital, secara tegas mengatakan "tidak". Menurut Stewart, yang benar-benar aset hanyalah orang-orang tertentu, yang pekerjaannya berkaitan dengan penambahan pengetahuan dalam organisasi, yaitu The Stars. (Stewart membagi karyawan dalam empat kelompok yaitu: pekerja biasa; pekerja terampil tetapi bukan faktor penentu; pekerja yang melakukan hal yang dihargai oleh pelanggan tetapi dapat di outsource; dan the Stars, yaitu orang-orang dengan peran yang tidak tergantikan sebagai individu). Sebagai contoh kelompok the Stars, salah satunya adalah peneliti. Mereka yang termasuk kelompok keempatlah yang benar-benar merupakan aset bagi organisasi. Organisasi perlu memberikan perhatian penuh pada kelompok ini, karena di tangan merekalah masa depan organisasi. Persoalannya, bagaimana memanfaatkan pengetahuan yang mereka miliki, sehingga dapat terakumulasi dan akhirnya menjadi aset organisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar